30 Hari menulis surat cinta, hari ke-15; Surat untuk Mimi, Sosok yang Sebenarnya (Tidak Pernah) Ada
Dear Mimi, apa kabarmu sekarang? Baik? Buruk? Hei, berapa umurmu sekarang? 19 tahun seperti aku kah? Atau masih 8 tahun sama seperti terakhir kali kita mengobrol? Aku merindukanmu sungguh... :)
Aku tumbuh dengan pribadi pasif, ingat? Aku pendiam, pemalu, dan cengeng. Saat itu umurku 8 tahun, dan tidak punya banyak teman. Teman-teman tidak suka bermain denganku, mereka tidak suka anak yang cengeng. Di saat teman-teman sebayaku tidak ada yang mau mendekatiku, kamu hadir memberikan ikatan persahabatan yang tulus, dan sederhana.
Kamu menyambutku di pojok kamar ketika pulang sekolah, mengajakku mengobrol dan sesekali main boneka. Kita tidak pernah bermain di luar, hanya di dalam kamar saja. Kamu tidak pernah mengeluh setiap hari mendengar celotehanku, kamu adalah pendengar yang baik.
Ketika aku ulang tahun, kamulah yang pertama kali mengucapkan selamat, dan ketika kamu ulang tahun, aku selalu membelikan cokelat, itu makanan kesukaanmu, kan? Hei bukannya ulang tahun kita hanya beda satu hari? Senang rasanya punya sahabat yang ulang tahunnya berdekatan. Aku tidak pernah marah karena kamu tidak pernah memberikan kado untukku, kehadiranmu yang mengisi hari-hariku itu sudah menjadi sebuah kado terindah.
Aku selalu iri dengan rambut panjang dan lurusmu, kamu tahu kan dari dulu aku menginginkan rambut lurus dan panjang? Tapi kamu malah bilang ingin berambut ikal sepertiku. Ah, sudah berkali-kali kukatakan padamu, rambut ikal ini kerap kali membuatku kesal. Menyisirnya saja sering membuatku kesulitan.
Mimi, persahabatan kita waktu itu begitu singkat. Aku sering disibukkan oleh pekerjaan rumah dari sekolah. Sebenarnya aku bukan anak yang rajin, tapi aku harus mengejakan semua tugas dari sekolah agar aku bisa naik kelas. Dan kamu sering kali terbaikan.
Mimi, maafkan aku ya, tidak ada yang suka diabaikan, aku tahu rasanya pasti sedih dan kamu pasti marah padaku. Maafkan juga akhirnya aku mengkhianati janji kita. Aku perlahan-lahan melupakan kamu, dan itu membuat kamu perlahan-lahan terhapus dan kemudian menghilang begitu saja.
Mungkin kamu sekarang masih sering berdiri di pojok kamar tidurku, memperhatikanku atau sesekali mencoba mengajakku megobrol. Tapi Mimi, aku sudah besar, tidak ada tempat untuk teman imajiner lagi. Mungkin suatu hari nanti, anakku akan menjadi sahabat baikmu. Ya, aku yakin ia akan senang berteman denganmu, sama seperti aku dulu.
Yang pernah menjadi sahabat baikmu,
Asa