Sunday, March 11, 2018

How I Met My Husband


Jadi pertanyaan pertanyaan ini sudah pernah mampir di DM instagram saya.
So, I’m going to answer all of them. Oh iya sebelumnya saya akan menceritakan bagaimana pertama kali bertemu dan proses perkenalan kami, biar nyambung aja gitu yah hihihi.

Kalau kalian iseng membaca akun tumblr saya (yang situsnya sudah di-banned sama Menkom Info) kalian pasti tahu masa masa saya ketika sedang galau-galaunya setelah berpisah dengan seseorang yang sudah menemani saya selama 4 tahun, saya bahkan pernah menulis beberapa tulisan tentang ini di blog (mungkin statusnya sudah saya arsipkan, in case kalian tidak melihat postingan itu di blog ini. Haha, saya arsipkan karena saya malu, malu kalau harus galau terus masyarakat Indonesia membacanya).

So yea, kalau tidak salah pada bulan Agustus 2016 saya resmi jadi perempuan single yang paling patah hati satu kecamatan. It’s never been easy for me. Karena saya adalah orang yang agak susah jatuh cinta, dan agak susah menjadi orang yang ‘tidak bosenan’, melepaskan seseorang pergi dalam kehidupan saya setelah empat tahun bersama-sama. That was prety hard.

Setelah mulai bangkit dari mewek-mewek, saya sempat berdoa seperti ini di setiap akhir shalat saya, “Ya Allah, kalau patah hati ini adalah caramu untuk mempertemukan hamba dengan orang yang tepat, maka pertemukanlah segera. Dan Asa nggak ingin pacaran lagi, pengennya langsung dilamar aja Ya Allah.”


Kemudian setelah fase mewek-mewek berakhir, saya menjalani kehidupan normal seperti layaknya perempuan single; (ehem) didekati cowok-cowok. Hahaha please jangan bilang saya narsis atau lebay, tapi memang itu kenyataannya. LOL. 
Saya rasa mereka mendekati saya bukan karena wajah saya (ya karena kalian tahu kan saya mukanya biasa aja, cantik juga enggak, ya standart-standart saja), menurut penerawangan saya, para cowok-cowok ini mendekati saya karena saya ‘terlihat’ seperti perempuan mandiri yang memiliki bisnis. Kenapa sih saya jadi berpikiran gitu? Karena mereka mendekati dengan fase yang hampir sama, yaitu muji-muji saya dan bisnis yang sedang saya jalankan dengan lebay. For your information, saya tidak terlalu suka dipuji, karena pada dasarnya saya juga tidak terlalu suka memuji orang lain. Kalau saya kagum dengan personality atau kemampuan yang punyai seseorang, saya lebih suka berkata dalam hati saja, kayak di sinetron-sinetron itu lho.

Yah singkat cerita yang berusaha mendekati saya, orangnya unik-unik. Ada yang mau ke saya karena maksud tertentu, ada yang mau ke saya karena sudah mengincar sejak lama, ada yang 'nyepik' tapi ternyata udah punya cewek, ada yang gak punya cewek terus enak diajak ngobrol dan diskusi eh beda agama. Ada yang enak diajak ngobrol, sama-sama muslim, enak dilihat, eh dianya gak mau ke saya. Wkwkwkwk. Ya lord. Tapi diantara mereka semua ini nggak ada yang ngajak serius (baca: ngajak nikah).

Saya bukanlah orang yang percaya kita bisa menikah dengan orang yang tidak begitu kita kenal sebelumnya. Tapi sejak patah hati dan berdoa kepada Allah, saya yakin, pasti bisa. Tidak ada yang tidak mungkin.

Lalu saya bertemulah dengan satu orang sebut saja dia R, nah ini orang muslim juga, dulunya anak pesantren, baik, sayang ibu-bapak, pebisnis juga, dan ngajak nikah sebulan setelah kami kenal. Saya kemudian bilang ke Mama tentang dia, Mama bilang coba kenali dulu orangnya lebih jauh. Lalu saya mencoba terus menggali dirinya dari obrolan, dari bagaimana cara dia berpikir, dari bagaimana cara dia memandang sesuatu. Ada yang menurut saya tidak pas dengan prinsip hidup saya. R ini senang sekali membicarakan harta yang dia punya, senang sekali mengatakan kalau ingin menikahi saya dengan memberikan sejumlah uang yang bisa saya gunakan untuk apapun. Senang sekali berbicara kalau saya nanti jadi istrinya, apapun yang saya minta akan dia kasih. For your information againI’m not that girl kind of girl. Dari kecil saya tidak pernah diajarkan untuk gila harta, saya tidak pernah diajarkan untuk menilai atau mencintai orang lain dari seberapa pundi-pundi uang yang dia punya. Dan kemudian saya menyadari, saya tidak cocok untuk menjadi istrinya.

Masa-masa menjadi perempuan single berlanjut hingga Februari 2017. Tanggal 4 Februari 2017 adalah memontum bersejarah bagi saya karena hari itu adalah hari pertama saya bertemu dengan mas Hamid. Meski momentum bersejarah ini benar-benar tidak terekam di kepala saya. Jadi hari itu adalah hari menikahnya teman baik saya, Kak Falafu dengan Mas Fadli. Hari itu, saya dan Asuka menjadi penjaga buku tamu. Dan kata mas Hamid, dia adalah orang yang pertama kali mengambil souvenir dan mengajak saya becanda, padahal saya benar-benar tidak ingat sempat berbicara sama mas Hamid (serius, dia bahkan ‘tidak terlihat’ di mata saya. Wkwkwk maaf ya sayang). Mas Hamid bahkan orang yang pertama kali melihat saya turun dari mobil ketika sampai di lobby. See? Kayaknya Allah benar-benar sudah mengatur semuanya.

Nah dan saya baru sadar, ternyata mas Hamid adalah orang yang kak Falafu dan Mas Fadli ingin kenalkan ke saya sejak September 2016, tapi saya nggak mau karena saya sedang patah hati-patah hatinya. Dan ternyata pada saat yang sama, mas Hamid sedang taaruf dengan perempuan sebelum saya yang kemudian kandas di tengah jalan.

Mas Hamid kemudian follow instagram saya dan kami mengobrol via DM, tapi tidak sering, sesekali saja, itu juga cuma ngobrolin soal film Superhero. Hingga suatu hari dia minta nomer Whats App saya, (padahal dia bisa aja loh minta nomer saya ke Kak Falafu dari kemaren-kemaren, tapi ini mungkin adalah salah satu trik dia biar saya nggak ngerasa dia ngebet ke saya, mungkin dia sudah bisa membaca saya adalah orang yang gak suka sama orang yang terlalu ngebet.)

Saya dan mas Hamid jadi sering ngobrol di whats App. Satu lagi yang saya merasa tidak terganggu mengobrol dengan dia karena dia cuma ngajak ngobrol malam hari, ketika saya sudah tidak punya kesibukan dan punya waktu luang untuk berdiskusi. (Padahal ya karena dia juga cuma punya waktu luang malam hari haha). Dan juga, obrolan mas Hamid tidak menjurus gombal, tidak memuji-muji, obrolan kami lebih banyak berdiskusi mengenai hal yang kami suka dan kami geluti.

Oh ya sejak 4 Februari 2017 itu saya tidak ketemu dengan mas Hamid lagi, saya bahkan tahu wajahnya hanya dari instagram (yang waktu itu) foto muka yang ada dianya cuma satu atau dua foto. :/

Karena kak Falafu tau bahwa saya dan mas Hamid sering berkomunikasi, dia sering nge-ciye-ciye-in saya dan saya cum
a menimpali dengan “Apasi kak, aku gak suka sama dia, orangnya enak diajak ngobrol karena satu bahasan, suka superhero dan sama-sama lulusan DKV aja.” Saya ingat banget mengatakan hal ini pada kak Fa, yang justru tidak ditanggapi olehnya, dia malah menceritakan pribadi mas Hamid lebih detail (padahal saya gak nanya, lol).
“Kok kamu jadi kesannya kayak ngepromosiin mas Hamid gini sih kak?” Protes saya di tengah-tengah bahasan soal mas Hamid. “Ya siapa tahu aja.” Balasnya.

Lalu 14 April 2017, waktu itu tanggal merah, tidak ada angin tidak ada hujan, mas Hamid whats app di pagi-pagi buta, “Asa, hari ini ada acara nggak?”
“Enggak mas, studio libur juga, kenapa mas?”
“Aku mau ke Jogja, temenin nonton yuk.”

Dan akhirnya kami bertemu lagi setelah pertemuan pertama yang tidak pernah saya ingat di kepala. Malah menurut saya, ini adalah pertemuan pertama bagi saya. LOL LOL.
Kami nonton, makan dan banyak mengobrol. Tahu perasaan saya ketika bertemu dan ngobrol dengan mas Hamid? Biasa aja. I mean, saya sama sekali nggak deg-degan ketika nunggu dia dari Salatiga ke Jogja, saya nggak deg-degan ketika mengobrol panjang lebar sama dia. Saya merasa sangat sangat nyaman. Saya merasa mas Hamid adalah teman berdiskusi yang asik.

Selepas makan dan mengobrol, dia pamit pulang.


Iby, Asuka dan Aida udah ribut di grup whats app.
“Gimana rasanya ketemu sama mas Hamid, Sa?”
“Biasa aja, kok aku nggak deg degan ya?”

Lalu asuka mengirimi saya gambar di bawah ini dan membuat saya jadi banyak berpikir,




Saya bercerita kepada Mama tentang semua laki-laki yang berusaha mendekati saya sejak Agustus 2016 lalu, saya juga menceritakan tentang mas Hamid. Tapi saya bilang kepada Mama bahwa saya nggak tahu apakah mas Hamid ini senang kepada saya, apakah mas Hamid ini naksir sama saya, apakah mas Hamid ini sedang dalam misi untuk mendekati saya. Kata Mama, "Kalau memang dia suka dan serius, suruh ketemu Mama aja ya."

Oh ya, saya sempat cerita dan menanyakan hal ini ke Kak Fa, "Kak, mas Hamid tuh suka gak sih sama aku?" Lalu kak Fa menjawab, "Ya coba kamu pikir aja, Sa, jarak Jogja-Salatiga itu nggak deket loh." Tapi habis itu saya juga nggak memikirkan tentang jarak Jogja-Salatiga. Hahaha.

Seingat saya, tiga hari setelah kami bertemu, mas Hamid mengutarakan niatnya untuk serius, serius dalam arti ngajak nikah. Di dalam perkataannya, dia tidak menjanjikan apa-apa untuk saya.
Saya hanya menanggapi ajakan seriusnya dengan, "Kalau serius ketemu Mama Papa ya, Mas." dan mas Hamid mengiyakan. (Oh iya, for your informasi again and again, saya tidak tinggal satu rumah bahkan satu pulau dengan Mama Papa, saya di Jogja saat itu, Papa Mama tinggal di Kalimantan Selatan).

Sebelum proses bertemunya mas Hamid dan Mama Papa, saya dan mas Hamid mulai mengenal satu sama lain dengan menceritakan background hidup masing-masing, apa yang terjadi di kehidupan saya sebelum bertemu dengan mas Hamid, begitu juga sebaliknya. Setiap hari kami habiskan untuk mengenal satu sama lain, dari jarak jauh, balik layar ponsel kami masing-masing.

Singkat cerita, Juni 2017 mas Hamid menemui Mama dan Papa di Banjar, Papa dan Mama langsung setuju. Kenapa? Saya juga tidak tahu, mereka yakin saja kalau mas Hamid akan bertanggung jawab sepenuhnya akan saya jika saya menikah dengannya. Saya juga yakin bahwa mas Hamid adalah jawaban dari doa-doa saya terdahulu. Prinsip saya, jika Papa Mama setuju, maka saya akan menerima mas Hamid sepenuhnya. Jika mereka tidak setuju, maka saya akan mundur, karena saya yakin betul, restu orang tua adalah restu Allah. Setelah perserujan Papa dan Mama, kami disuruh menentukan tanggal pernikahan, besok harinya kami sudah fitting baju. Iya, secepat itu hahaha.

Hal yang paling membuat saya bersyukur terlahir di keluarga ini adalah ketika mas Hamid bertanya kepada Papa, "Pak, untuk acara seserahan bagaimana? Lalu untuk maharnya seperti apa?"
Papa dengan mantap menjawab, "Ah, seserahan itu kan hanya adat, dalam islam juga tidak ada, Saya dan Ibu (Mama maksudnya) tidak mau ada acara seserahan. Untuk mahar kami serahkan ke mas Hamid, tidak ada mahar minimal untuk melamar Asa. Kalian sudah saling suka, kalian sudah siap menikah, itu sudah sangat cukup bagi kami. Kalian ingin menyempurnakan agama, kami bantu dengan mempermudah proses-prosesnya."

Saya senyum-senyum kalau mengingat, saya dan mas Hamid sama-sama mengaku tidak punya tabungan banyak untuk menikah. Yang penting yakin, ikhtiar, nanti dibantu sama Allah, begitu yang kami yakini. Bahkan sampai sekarang.

Jika ditanya bagaimana tipsnya bisa begitu yakin menikah dengan seseorang yang baru saja saya kenal? Tipsnya: Banyakin berdoa, minta petunjuk, dan jangan lupa minta orangtua kita untuk mendokana juga. Udah itu saja. Setidaknya itu yang saya lakukan.
Sejak mas Hamid mengatakan ingin serius dengan saya, saya berdoa untuk dimudahkan jika memang berjodoh. Pada kenyataannya alhamdulillah segalanya dimudahkan oleh Allah.

Jika kalian tidak yakin dengan seseorang yang melamar kalian dengan tiba-tiba, kepala kalian penuh dengan pertanyaan,
"Aku kan nggak begitu kenal sama orang ini?"
"Apa orang ini akan menerima aku apa adanya?"
"Bagaimana kalau dia membosankan?"
"Bagaimana kalau aku membosankan untuknya?"

Teman-teman, ketika kalian mencari orang yang sempurna, kalian tidak akan berhasil, percayalah. Kalian tidak akan bisa berhenti pada satu orang saja, karena akan selalu ada yang lebih sempurna lagi dan lagi.
Ketika kalian berusaha untuk mencari seseorang yang benar-benar 100% mirip kepribadiannya dengan kalian, kalian tidak akan pernah menemukannya. Meskipun saya dan mas Hamid sama-sama bergerak dalam bidang desain, sama-sama ber-enterpreneur, sama-sama suka menggambar, bukan berarti semua hal dari kami itu sama, tidak. Saya punya banyak perbedaan dengan mas Hamid, banyak sekali, tapi dengan perbedaan itu kami bisa belajar untuk jadi manusia yang bisa menerima apapun kekurangan atau kelebihan dari masing-masing.

Saya juga berusaha untuk memperbaiki diri hari demi hari sebelum saya bertemu dengan mas Hamid. Kalau kita mau pasangan baik, mau mendapat suami atau istri yang orangnya baik, agamanya baik, maka kita juga harus memperbaiki dan memantaskan diri. Sepantas apa aku, berharap untuk mendapat pasangan yang paling baik yang bisa dipilihkan oleh Allah? Itu adalah pertanyaan yang saya tanyakan pada diri sendiri, hampir setiap hari.

Buat yang membaca post ini dan belum kunjung menikah, yakin dan percayalah bahwa Allah akan mempertemukan kita dengan jodoh kita di waktu yang benar-benar tepat. Tidak pernah terlambat, tidak pernah tertukar.


Semoga post ini berguna bagi yang membaca, bisa menginspirasi, bisa membantu teman-teman semua. Aamiin..
Salam kami, Asa dan Hamid, pasangan yang pacaran setelah menikah.