Aku tidak pernah belajar dari siapa pun untuk menyayangi seekor kucing. Semua terjadi begitu saja. Aku mencintai kucing sejak dulu, bahkan sejak aku belum diperbolehkan memeliharanya di rumah.
Suatu minggu pagi, mama membangunkanku dengan meneriakkan namaku dari luar kamar. Sedetik kemudian ia muncul dari balik pintu membawa gumpalan bulu warna putih--yang entah apa. Ah, ini semacam serangan fajar.
Beberapa saat kemudian aku baru sadar, gumpalan putih yang digendong mama bisa mengeong.
"Hei lihat mama sama papa bawa apa, ayo Adek bangun."
Namanya Pipy, umurnya baru 3 bulan. Kucing Persia ras Himalaya bermata biru ini membuatku jatuh cinta pagi-pagi buta.
Kami selalu mengurung Pipy di kandang ketika tidak ada orang di rumah. Kalau aku sudah pulang, buru-buru aku keluarkan dari kandang. Kalian tahu, Pipy senang bukan kepalang ketika tidak berada di kandang. Di sini aku belajar satu hal, bahwa seekor kucing pun tidak suka dikekang.
Suatu hari, kakak laki-lakiku pulang membawa seekor kucing sebesar genggaman tangannya. Ia bilang, kucing ini mengikutinya terus, karena tidak tega, maka ia bawa pulang kucing itu naik motor, digenggam olehnya.
Namanya Mucil, kucing kampung jantan dengan corak "M" di jidatnya ini super nakal dan cerewet. Tapi aku menyayanginya seperti aku menyayangi kucing-kucing sebelumnya. Matanya kuning menyala. Seseorang pernah mengatakannya padaku, kucing dengan mata kuning memiliki pendengaran yang bagus.
Sejak kuliah di Jogja, aku hanya pulang ke Banjar 6 bulan sekali. Terakhir aku pulang, Mucil benar-benar berubah. Ia tampak lebih kurus dan pendiam. Aku merasa bersalah. Tidak ada yang mengurusnya sejak aku pindah ke jogja. Bahkan ia sudah tak sesenang dulu ketika kugendong. Ternyata, seorang kucing pun butuh diperhatikan dan diberi kasih sayang lebih dari yang kita pikirkan.
Waktu itu aku masih SD, acara pernikahan kolega mama tidak begitu menyenangkan, aku memutuskan untuk bermain di luar gedung. Aku menemukan kucing kecil yang sangat kurus. Ia terus mengeong-ngeong membuatku iba. Sebelum pulang, aku memohon pada mama untuk merawatnya dan membawanya pulang.
Namanya Nami, kucing kampung betina belang tiga ini kucing yang angkuh, jutek, dan sangat cantik. Dia kembang desa di perumahan.
Kucing yang kurawat selama 6 tahun ini mengajarkanku banyak hal. Ketika aku memberinya makan, ia mundur dan menyaksikan anak-anaknya makan terlebih dahulu. Saat itu dia masih menyusui, ia butuh asupan makanan, tapi Nami bersikeras anaknya lebih butuh makanan.
Suatu hari Nami datang ke kamarku, mengeong-ngeong dengan keras, aku beri ia ikan, ia menolak. Ia terus mengeong, sambil setengah berlari ke kardus. Aku mengikutinya.
Anaknya hilang satu, Nami terus mengeong dengan keras, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan padaku karena dia kucing yang angkuh. Aku tahu Nami sedang meminta pertolongan, dan ia benar-benar memohon padaku.
Aku dan kakak mencari anaknya tapi tak juga ketemu. Kata mama mungkin dimakan musang. Nami benar-benar kelihatan frustasi.
Beberapa hari kemudian, anaknya hilang semua. Nami mengeong lebih keras. Kali ini ia terlihat seperti sedang menangis.
Malam harinya, tanpa mengeong, tanpa suara, Nami datang ke kamarku menaiki kasur dan duduk di sebelahku. Aku mengelusnya dan ia tak marah. Biasanya ia tidak suka dielus. Aku merasa ada yang janggal. Aku menggendongnya dan ia menurut, bahkan ia menjilat-jilat tanganku. Nami benar-benar aneh malam itu.
"Kamu mau pergi ya?" dengan konyolnya aku bertanya pada Nami. Tentu saja ia tak menjawab.
Malam itu aku tidur dengan Nami. Itu adalah kali pertama dan terakhir kalinya ia tidur satu kasur denganku selama 6 tahun.
Paginya, ketika membuka mata, Nami sudah tidak ada di sebelahku. Ia tak pulang seharian, besoknya ia tetap tak pulang. Aku mencarinya sampai ke komplek seberang tapi nihil, Nami tak kutemukan di mana pun.
Aku mencoba menerjemahkan apa yang Nami coba sampaikan pada malam terakhir ia di rumah melalui sikapnya yang begitu berbeda. Jika sikapnya diterjemahkan dalam bahasa, mungkin ia berkata seperti ini, "Terimakasih karena sudah merawatku selama ini, tapi aku harus pergi mencari anak-anakku."
Percayalah, kucing pun bisa begitu menyayangi anak-anaknya melebihi apa yang selama ini kita bayangkan...